SHARE

Istimewa

CARAPANDANG - Keberlanjutan pendidikan bagi anak disabilitas merupakan hak yang dijamin oleh negara. Meski sudah diatur dalam berbagai regulasi, faktanya  masih terjadi kegelisahan dan kebingungan orangtua anak disabilitas yang akan melanjutkan ke jenjang SMA/SMK/MAN.

Hal tersebut terungkap dalam diskusi publik yang diinisiasi oleh Eka Prastama, Komisioner Komisi Nasional Disabilitas (KND)  RI pada Sabtu (21/5) di Warung Poci Blirik Salatiga, Jawa Tengah. 

Beberapa orangtua menceritakan anak-anaknya yang memiliki disabilitas tidak tahu bagaimana anaknya yang sudah kelas 8 dan 9 dapat melanjutkan sekolah nantinya.

"Anak saya slow learner di kelas 9 di KBQT memiliki bakat dan kemampuan di kelistrikan dan gambar. Dia bisa buat rangkaian listrik dan Corel. Dia sangat ingin melanjutkan sekolah di SMK, tetapi saya masih bingung dimana SMK yang bisa menerima serta memahami kondisinya dalam belajar, " ungkap Suci, salah satu orangtua anak disabilitas.

Hal yang sama diungkapkan oleh Tasmiati, orangtua anak kelas 9 di sebuah SMPN  7 Salatiga. Diceritakan bahwa meski slow learner, anaknya bisa mandiri dan berkomunikasi. Anaknya ingin bersekolah di SMK dan kerja untuk membantu orangtua.

"Saya bingung dimana SMK yang mau menerimanya,"tambahnya. 

Pada kesempatan yang sama Ratna, GPK  SMPN 4 Salatiga, memiliki siswa kelas 9 dengan kondisi lumpuh layu salah satu tangannya dan sangat ingin melanjutkan sekolah ke jenjang lebih tinggi.

Hal  yang sama juga dirasakan oleh =Fahmi, GPK SMPIT Nidaul Hikmah yang  juga cemas dengan 1 siswa disabilitas kelas 9 dengan hambatan intelektual setelah lulus dalam waktu dekat.

"Tidak mudah mendaftarkan anak disabilitas ke SMA di Salatiga," tandasnya.

Agustina selaku tim Smart Resource Center (SRC) Kota Salatiga menambahkan perlunya dukungan lembaga seperti Komnas Disabilitas dalam membantu mendorong diterimanya anak disabilitas dari SMP ke jenjang selanjutnya.

Menanggapi semua keluhan dan kekhawatiran tersebut, Eka Prastama selaku Komisioner  KND  menegaskan bahwa sektor pendidikan harus menjamin keberlanjutan pendidikan anak disabilitas.

Dia menjelaskan bahwa pada pasal 10 dan 40-45 UU 8/2016 menjamin akses pendidikan anak disabilitas.

"Dalam hal akomodasi yang layak dalam pendidikan, telah terbit PP 13/2020. Masa penerimaan sekolah harus memastikan sistem penerimaan tidak boleh diskriminasi atas dasar disabilitas di semua jenjang, termasuk menengah atas", tegasnya dalam diskusi.

Lebih lanjut dijelaskan permasalahan perbedaan kewenangan pendidikan antara Pemerintah Provinsi dan Kab/Kota tidak boleh menjadi penghalang anak disabilitas melanjutkan sekolah. Pendidikan adalah isu prioritas Komnas Disabilitas, dan siap mendampingi orangtua jika masih ada diskriminasi. 

Adi Prasetyo, staf ahli Bupati Semarang dengan disabilitas low vision hadir dan memberikan penjelasan bahwa mandat sekolah dalam melayani anak disabilitas saat ini sudah semakin kuat dengan dasar peratutan yang semakin berpihak pada disabilitas. "Mari kita cari informasi yang lengkap dan menyiapkan anak lebih mandiri dengan dukungan orangtua. Semestinya tidak  lagi ada penolakan ketika mendaftar sekolah, dan ada proses asesmen yang tepat untuk belajar di jurusan yang sesuai kemampuan anaknya", imbuhnya. 

Komnas Disabilitas sebagai lembaga nonstruktural dan independen yang berperan memberikan laporan langsung kepada Presiden terkait pemenuhan hak penyandang disabilitas menyiapkan strategi khusus memantau masa pendaftaran sekolah bagi anak disabilitas dimanapun di Indonesia. "Silahkan sampaikan pengaduan melalui kanal WA 08111388143 jika ada diskriminasi untuk segera ditindaklanjuti", tandas Eka  Prastama yang juga asli Salatiga.

Acara diskusi  ini dihadiri orangtua dan Guru Pembimbing Khusus (GPK) dari beragam wilayah di Salatiga dan sekitarnya sebagai bagian dari pemantauan, evaluasi, dan advokasi pemenuhan hak pendidikan di Indonesia. 

Tags
SHARE