SHARE

Istimewa

CARAPANDANG - Pasien kanker payudara memiliki beberapa pilihan terapi yang dapat disesuaikan dengan kondisi kanker yang dialami, mulai dari operasi, terapi radiasi, kemoterapi, terapi hormon, hingga terapi yang ditargetkan. Risiko kanker payudara semakin meningkat dan terus mengancam kesejahteraan masyarakat Indonesia terutama bagi perempuan. Berdasarkan data Globocan tahun 2020, jumlah kasus baru kanker payudara mencapai 68.858 kasus (16,6%) dari total 396.914 kasus baru kanker di Indonesia. Persentase perempuan lebih banyak daripada laki-laki dan jumlah kematiannya mencapai lebih dari 22 ribu jiwa. Selain itu, 68-73% pasien terlambat mengunjungi pusat kesehatan untuk melakukan pemeriksaan dan sudah dalam kondisi stadium lanjut.

Namun, angka kematian tersebut dapat diminimalisir jika masyarakat rutin melakukan deteksi dini dan mencegah penyebab kanker payudara.

Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Lenny N. Rosalin menyatakan, "Kanker payudara adalah kanker dengan angka kejadian tertinggi di Indonesia, terutama pada perempuan, yaitu sebesar 42,1 per 100.000 penduduk, dan setiap tahunnya semakin meningkat. Penyebab utamanya adalah banyak masyarakat masih takut untuk memeriksakan diri dan rendahnya kesadaran untuk melakukan deteksi dini. Padahal, apabila diketahui lebih dini, lebih cepat, pasien bisa mendapatkan penanganan yang lebih optimal. Sehingga bisa mempertahankan kualitas hidup yang lebih baik," jelasnya.

Lenny menambahkan, “Perempuan memainkan peran yang sangat besar dalam masyarakat sebagai kunci kehidupan keluarga, baik sebagai pribadi, istri, dan ibu. Untuk itu, pemberdayaan perempuan menjadi langkah yang krusial dalam perjuangan melawan kanker payudara menuju kesuksesan pemulihan.”

dr. Walta Gautama Said Tehuwayo, Sp.B.Subsp.Onk(K) memaparkan bahwa sampai saat ini, di Indonesia, kanker payudara stadium lanjut masih mendominasi dibandingkan dengan stadium awal. “Saat ini, sekitar 70% pasien dengan kanker payudara yang datang ke pusat kesehatan dideteksi pada stadium lanjut, terlepas dari sudah banyaknya gerakan deteksi dini yang dilakukan, baik oleh Pemerintah maupun sektor lainnya. Walaupun gerakan deteksi dini masih tetap harus digalakkan, tetapi fokus terhadap perawatan kanker payudara stadium lanjut tidak bisa diabaikan.”

“Perawatan kanker payudara, termasuk pada stadium lanjut sudah berkembang sedemikian rupa, di mana hal ini berpengaruh terhadap peningkatan angka harapan hidup. Yang terpenting, kita harus mengenali jenis dan tipe kanker payudara dengan baik, sehingga kita dapat memberikan dan memastikan bahwa tatalaksana sesuai dengan target terapi yang tepat terjadi,” lanjut dr. Walta.

dr. Walta menambahkan, "Pasien perlu memiliki pengetahuan yang cukup untuk dapat membuat keputusan, berdasarkan informasi yang akurat dan sesuai dengan nilai-nilai pribadi mereka. Ini melibatkan pemahaman mendalam mengenai ketentuan, dan rekomendasi tata laksana terbaik yang sesuai dengan kondisi mereka. Jadi kenali kanker payudara dengan baik, pastikan tatalaksana sesuai dengan target terapi adalah kunci keberhasilan.”

Pilihan perawatan kanker payudara bergantung pada stadium kanker, jenis kanker, dan faktor kesehatan pasien. Beberapa pilihan tata laksana kanker payudara pada umumnya meliputi :
• Pembedahan atau operasi;
• Kemoterapi;
• Terapi radiasi;
• Terapi hormon (endokrin);
• Terapi target; dan
• Perawatan paliatif.

"Prioritas utama bagi tenaga medis adalah membantu pasien menjalani hidup sepanjang mungkin dengan kenyamanan dan dukungan yang maksimal kepada pasien dan keluarganya selama proses perawatan. Sinergi antara pasien dan tenaga medis menjadi penting dalam mewujudkan hal tersebut," tutup dr. Walta.

Pendiri dan Ketua Yayasan Kanker Payudara Indonesia sekaligus penyintas kanker payudara, Linda Agum Gumelar menyampaikan bahwa ada tantangan yang dihadapi dalam upaya menekan kejadian kanker payudara stadium lanjut di Indonesia, antara lain: (1) kurangnya informasi tentang kanker payudara; (2) adanya penolakan dari diri pasien dan keluarga; (3) stigma dalam masyarakat tentang kanker payudara; (4) keterbatasan jumlah dokter spesialis dan tenaga kesehatan terkait kanker payudara; (5) sarana dan prasarana yang belum merata di faskes; dan (6) jarak faskes yang cukup jauh sehingga membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang tidak murah. Oleh karena itu, diperlukan kolaborasi antar pemangku kepentingan yaitu pemerintah, masyakarat (LSM) dan swasta. Selanjutnya, Linda berpesan untuk Perempuan Indonesia agar senantiasa mau memperluas informasi tentang skrining dan deteksi dini kanker payudara sekaligus menjaga kesehatan sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa,” papar Linda.

Menyadari pentingnya peran perempuan dalam masyarakat di Indonesia, Country Head of Public Affairs, Communications & Engagement PT Novartis Indonesia, Hanum Yahya mengatakan bahwa memastikan pasien perempuan mendapatkan informasi yang tepat, edukasi yang cukup, dari sumber yang terpercaya, dan dimotivasi untuk mengambil kendali atas kesejahteraan dan kesehatan mereka, menjadi kunci utama dalam upaya pemberdayaan perempuan.

“Di Novartis, tujuan kami adalah reimagine medicine guna meningkatkan kualitas hidup para pasien. Untuk itu, kami “senantiasa bersinergi dengan pemerintah, asosiasi medis, organisasi pasien, dalam meningkatkan kapasitas pasien dan masyarakat seputar penyakit-penyakit yang menjadi keahlian kami. Kami percaya bahwa perempuan memiliki hak untuk menyuarakan kebutuhan mereka sebagai pasien, mendapatkan informasi yang menyeluruh seputar penyakit dan perawatan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan mereka. Kami juga senantiasa memastikan akses obat-obatan inovatif kami dapat menjangkau lebih banyak pasien di Indonesia, guna memberikan kualitas hidup yang lebih baik,” jelasnya. dilansir kemenpppa.go.id

Tags
SHARE