SHARE

istimewa

Rokok memakan anggaran

Saat ini, terdapat sejumlah 70 juta masyarakat Indonesia yang mengonsumsi tembakau, dengan 68,9 juta di antaranya yang merupakan perokok aktif.

Kebiasaan merokok di kalangan masyarakat bukan hanya dilakukan oleh orang dewasa. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, prevalensi perokok pada usia 10 hingga 18 tahun berjumlah 7,2 persen, naik menjadi 9,1 persen pada 2018.

Berdasarkan penelitian, Indonesia sendiri memiliki rataan usia pengidap kanker paru-paru lima sampai sepuluh tahun lebih muda dibandingkan dengan luar negeri.

Tembakau juga berpengaruh kepada tahun hidup yang disesuaikan dengan disabilitas atau disability-adjusted life years (DALYs) sebanyak 64,99 persen, serta berpengaruh pada 66,52 persen kematian akibat kanker trakea, bronkus, dan paru-paru.

Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada 2021 melaporkan pengeluaran keluarga untuk konsumsi rokok tiga kali lebih banyak daripada pengeluaran untuk belanja protein, dimana belanja rokok menempati porsi pengeluaran terbesar kedua di rumah tangga miskin sebesar 11,9 persen, baik di rumah tangga perkotaan maupun perdesaan.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan sebagian besar pasien kanker di Indonesia memeriksakan dirinya saat kanker sudah dalam stadium lanjut. Hal tersebut juga mengakibatkan pembiayaan yang dihabiskan untuk mengobati kanker lebih banyak, dibandingkan dengan pengobatan pada stadium awal.

Pada 2020-2021, pembiayaan yang diakibatkan oleh kanker menduduki peringkat kedua terbesar pada pembiayaan yang dilakukan BPJS dengan memakan anggaran sekitar Rp3,5 triliun. Untuk kanker paru-paru sendiri, menghabiskan anggaran sebesar Rp73 miliar.

Sejumlah fakta dan data tersebut kian membuktikan bahwa rokok sangat berbahaya bagi kehidupan manusia, baik dari sisi kesehatan, maupun ekonomi. Kebiasaan merokok harus dihentikan, untuk diri sendiri, keluarga dan kerabat, juga lingkungan dan masyarakat.

Halaman :
Tags
SHARE